Minggu, 15 November 2015

KETIKA BINGUNG MEMILIH

Hasil praktek mengarang cerpen, MAFU Almahfudz, XI C IPS, Tahun Pelajaran 2015/2016


Sebuah pondok pesantren yang terletak di Jember bagian barat, disebelah timur Batalyon Infantri 515 Tanggul, masyarakat banyak menyebutnya dengan Pesantren Manggisan. Seperti pondok pesantren pada umumnya, di pesantren ini, pun, diajarkan cara membaca kitab kuning. Metode yang di pakai adalah metode membaca tanpa makna. Mata pelajaran inilah yang selalu dianggap masalah oleh santri.
Yuni Zakwan, santri asal Jakarta ini, walau mempunyai kecerdasan rata-rata, kurang berminat pada pelajaran membaca kitab. Susi Rohana, santri kelahiran Jember, teman satu kelas Yuni, pemalu dan penyabar, diam-diam juga tidak suka pada pelajaran membaca kitab. Satu lagi, Si Dwi, santri yang terkenal disiplin dan apa adanya, memilih berdiri di muka kelas daripada menghapalkan kitab.
Dalam membaca dan mendalami kitab, mereka dibimbing oleh Ustadz Slamet. Ustadz senior yang TIDAK menakutkan. Bahkan, menyegarkan.
Salah satu kegiatan rutin di pesantren ini adalah mengadakan “Lomba Qiroah Kitab” setiap menjelang libur mauled.  Seperti biasa, ustad pembimbing memberikan batasan-batasan (kisi-kisi) kitab yang akan dilombakan. Semua anggota kelas menjadi terkejut ketika ternyata kisi-kisinya sangat banyak, apalagi Yuni CS.
Sehari setelah pengumuman lomba kitab, pengurus pondok pesantren bidang seni dan olah raga, juga memberikan pengumuman lomba. “Pengumuman, kami dari bidang seni dan olah raga, akan mengadakan lomba menyanyi dan lomba lari, akan dilaksanakan pada hari sabtu depan, jam 08:00”. Suasana kelas tambah riuh.
“Bagaimana ini ?. apa yang harus kita lakukan?. Lomba kitab juga sabtu depan, jam 08:00, lagi. Kitab saja belum siap. Kalau kita ndak ikut lomba-lomba itu akan di …………”. Yuni bertanya kepada Dwi dan Susi.
“Iya, bagaimana lagi, lomba-lomba itu kan kegemaran kita”. Kata Dwi.
“Iya, kita ikuti saja semua, kita hadapi dengan percaya diri, siapa tahu kita mampu dan menjadi juara”. Kata Susi malu-malu, dengan maksud menenangkan.
“Syukur kalo kita bisa juara kitab, kalo tidak…?, kita bisa jadi sasaran omelan pak Ustadz. Bukankah kita diandalkan untuk lomba kitab…?”. Jawab Yuni dengan nada tinggi dan nafas terengah-engah. Yuni memang orang yang lama bisa tenang menghadapi banyak hal. Teman lainnya terkadang memanggilnya dengan si Kepo…!.
Woles, donk…., tenang saja, Yun…”. Kata Susi, kembali menenangkan suasana. “Yun…, kamu jangan kemal! Mari kita ikuti semua lomba itu, semoga kelas ini menjadi juara umum”. Tambah Susi. “OK…!”. Kata Dwi dan Yuni, bersamaan.
Kemudian mereka merencanakan strategi menghadapi lomba tersebut.
Yuni membaca kitab sambil berlatih berlari. Susi berlari sambil menenteng kitab. Sedangkan Dwi berlatih berlari sambil bernyanyi. Ketiga nya pun bersemangat.

Tibalah hari yang ditunggu-tunggu oleh santri. Hari sabtu, 15 Desember 2015. Lomba dimulai jam 08:00. Tiga santri super sibuk itu mendaftar sebagai peserta tiga lomba yang diadakan. Juri lomba kitab dipimpin Ustad Slamet. Lomba lari oleh Ustad Hasan. Dan Lomba Nyanyi oleh Ustad Ali.
Peserta dipanggil sesuai nomor urut pendaftarannya. Yuni dan Susi berhasil mengikuti lomba dengan baik. Berbeda dengan Dwi, saat juri memanggilnya untuk lomba kitab, disaat yang sama dia juga dipanggil untuk lomba nyanyi. Dia bingung harus pilih yang mana. Dwi berlari-lari ke tempat lomba kitab. Dia balik lagi berlari-lari ke tempat lomba nyanyi. Padahal dia tidak ikut lomba lari. Sesuai dengan ketentuan lomba; bahwa tiga kali dipanggil belum hadir, digugurkan dari lomba. Santri yang disiplin ini, akhirnya digugurkan dari lomba kitab dan lari.
Jam 13:00 semua lomba telah selesai. Kini saatnya Ustad Syafii mengumumkan juara lomba.
“Lomba lari diraih oleh Yuni Lutviana Zakwan, kelas 2 C”. Semua santri bertepuk tangan.
“Lomba nyanyi diraih oleh Susi Rohana, kelas 2 C”. Semua santri kembali bertepuk tangan.
“Lomba kitab di raih oleh teman kita, yang tidak dikandidatkan sebagai juara, dia yang memiliki nama terpanjang di pesantren ini,  yaitu Tris Nanda Ade Indah Eka Tatia Sari, kelas 2 B”. Tepuk tangan semakin gemuruh.

Para juara kini sudah ada diatas panggung untuk menerima hadiah. Mereka senang. Mereka akan memberikan kabar gembira ini kepada orang tua masing-masing.
Ditengah kegembiraan itu, hati Dwi merasa sedih. Dia merasa sudah mengecewakan pembimbing kitabnya; Ustad Slamet.
Keesokan harinya, Ustad Slamet masuk dikelas 2 C. Beliau tersenyum dan menyampaikan perasaan hatinya dengan kata-kata: “ Tahun depan, jika kalian menghadapi lomba yang bersamaan jamnya seperti kemaren, kalian harus memilih salah satunya. Jangan dipilih semua. Pilih yang paling mungkin anda memenangkannya. Berlatihlah atas lomba yang akan diikuti. Tetapi saya sebagai pembimbing kalian, masih bisa lega karena kelas ini telah menjadi juara nyanyi dan lari. Karena itu, saya akan memberi hadiah ini kepada Susi dan Yuni.” Kata ustad selamet menutup pertemuan dan menyerahkan bingkisan kepada Susi dan Yuni.
Sepulang sekolah, dibukalah bingkisan itu dan isinya adalah sepasang sepatu lari untuk Yuni, dan sepotong gaun untuk Susi. Hati mereka mendoakan Ustad Slamet, ternyata beliau tidak ngomel-ngomel, seperti yang mereka duga.
 “Tahun depan, Ustad, insyaallah, saya akan membahagiakan ustad, dengan menjadi juara satu lomba kitab”. Kata Dwi dalam hatinya.




Catatan: Nama-nama yang tercantum dalam cerpen ini hanya untuk mengakrabkan cerita. Tidak ada maksud lainnya. Ini hanya karangan biasa.

4 komentar:

  1. menarik dan lucu tad aku suka critanya

    BalasHapus
  2. Hmmh... kalau aku sih Yes !?
    >> keep posting :D

    BalasHapus
  3. Ikuti terus perkembangan santri FU menulis. Insaallah akan diterbitkan berupa BUKU.

    BalasHapus
  4. Ikuti terus perkembangan santri FU menulis. Insaallah akan diterbitkan berupa BUKU.

    BalasHapus