Rabu, 16 Januari 2013

Teruntuk Ayah

Oleh : Azizah, X MA, tulisan asli, tanpa di edit
Tema: Santri yang Sedang Mencari Jatidiri

Kisah ini aku tulis dari luapan emosi yang ku simpan. Emosi yang menggetarkan jiwa. Teruntukmu ayah ..., kupersembahkan kisah ini, aku hanya ingin engkau tahu, bahwa aku tidak ingin mengecewakanmu.

Teringat dibenakku saat ayah menangis kepadaku, memintaku untuk tidak menerima tawaran beasiswa dari beberapa sekolah terkemuka, "Ayah mohon nak..., jangan lanjutkan penerimaan beasiswa itu, demi ayah. Bukannya ayah tidak menyayangimu, justru karena ayah menyayangimu, ayah tidak ingin jauh darimu, Jember-Malang bukanlah jarak yang dekat. Masuklah pesantren nak..., agar ayah bisa tidur nyenyak dan tidak bingung memikirkan anak gadisnya." Ucap ayah menangis, memohon.

"Baiklah ayah, akan kulakukan." Ucapku dengan nada pasrah dan terpaksa, karena ini adalah kesekian kali ayah memohon padaku.

Hari itupun tiba...

Hari dimana aku berangkat menuju pesantren. Saat itu perasaanku bercampur aduk, sedih karena kekecewaanku pada ayah, senang karena ayah tersenyum bahagia. Namun di dalam benakku sudah kutanamkan bahwa "Ridlo Allah ada di ridlo orang tua". Dan, ayahku berpesan, "Nak..,yang pintar ya. Doakan ayah, kerjakan yang ingin kamu kerjakan, gerbang kesuksesan telah menantimu." Dan sejak itulah ayah meninggalku di sini. (dipondok).

Awalnya aku bahagia disini, di pesantren pilihan ayah, dan berpikir enak di pondok, kerjanya cuma belajar doank. Ternyata dugaanku salah. Setelah 3 hari di pondok hidupku terasa terombang-ambing, senior mulai bertindak semena-mena. Aku yang merupakan mantan pelajar (luaran) selalu dipandang sebelah mata, dicaci, dimaki, disisihkan. Beginikah kehidupan di pondok...? bahkan lebih parah dari kehidupanku sebelumnya sebagai seorang pelajar (luaran).

Baru kali ini aku menemukan hukum rimba, dimana yang kuat yang berkuasa dan bertahan. Dan yang lemah sepertiku hanya ditindas dan berantakan.

Ayah..., andai engkau tahu aku disini dijadikan bulan-bulanan oleh mereka. Sakit ayah, sakit..., jiwa dan ragaku sudah lelah menerima ocehan mereka. Apakah disini pesantren ayah...? Apakah mereka itu seorang santri...?

Aku hanya bisa menangis, meratapi, dan bertanya apa salahku? hingga mereka berlomba-lomba mencaciku, menyindirku. Apakah mereka bahagia melihat aku menangis? __ ayah, katakan, apa yang harus kulakukan?

Jika bukan karenamu Ayah, aku tak bisa bertahan, saat mereka ingin muntah dihadapanku dan mengataiku tidak lebih dari binatang yang najis. Aku hanya bisa menangis dan bertanya pada diriku sendiri, bukankah Allah menciptakan manusia dengan sempurna dan terlahir suci? Aku hanya bisa menangis dan nyaris pingsan karena kelelahan menangis ketika teman-teman sekelasku iri padaku dan mengataiku dengan sindiran-sindiran tanpa henti sampai pulang sekolah hanya gara-gara aku mendapatkan sebungkus nasi lalapan karena aku mendapatkan nilai terbaik di kelas. Guruku hanya menatap iba kepadaku pada waktu itu.

... ayah aku ingin pulang, sudahlah, ayah akhiri saja semua ini. Aku lelah ayah. Sangat lelah. Tapi aku juga tidak ingin mengecewakanmu. Aku yakin ayah pasti kecewa bila aku berhenti atau pindah dari sini.

Inikah balasan baktiku padamu? "... Sabar...sabar...sabar!" hanya itu saja yang kau ucapkan saat aku bercerita tentang kehidupan baruku disini. Tapi sampai kapan aku harus bersabar? ayah , mereka takkan bisa berhenti mencaciku.

Dan yang tak bisa kulupakan, saat mereka berkata "Pelajar bisanya cuma Bahasa Inggris, coba tanya Bahasa Arab, pasti tidak tahu !" (tetapi) kata-kata itu pula yang telah memacuku untuk belajar Bahasa Arab.

Kini semua seakan menjedi dilema, antara bertahan atau menyerah. Jika aku menyerah, bagaimana dengan ayah? ayah pasti kecewa, kekecewaan Ayah adalah neraka bagiku. Jika aku bertahan, apa mereka bisa berhenti membenciku?

Tapi, tenanglah Ayah !, aku takkan memaksakan kehendakku. Telah kuserahkan semuanya kepada Allah. Jika kesuksesanku disini, maka aku akan bertahan. Jika aku menyerah, maka disini bukanlah kesuksesanku.

Teruntuk ayah...
ayah...
terimakasih semuanya...
aku bahagia berada disini
kehidupan baruku memberiku sebuah arti
betapa pentingnya hadirmu untukku

ayah...
andai ayah tahu bagaimana aku disini
andai ayah mengerti perjuanganku disini
sakit ayah..... sakit...
ketika aku mendengar cacian mereka
Apa salahku ayah? hingga mereka membuatku menangis

Ayah...
maafkan aku
mungkin ini mengecewakanmu
tapi juga menyakitkan aku

Teruntuk dirimu...Ayah.

10 komentar:

  1. sangat menyentuh ceritanya ....
    good luck my friends!

    BalasHapus
  2. Anda telah membuat saya menangis. Sebuah perspektif lain dari dunia pesantren yang selalu tampak ideal dari luar. Satu kata, "Amazing".

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau bisa, jangan menangis di sini. Takut blog-nya basah....

      Hapus
  3. wah luwapan isi hati yang sangat menyentuh hati ,,, trus berjalan kawan ,, ini adalah awal kesuksessan.mu ,,,

    BalasHapus
  4. terima kasih untuk tulisan yang penuh hikmah ini
    semoga Allah memberikan kesabaran lebih buat anda untuk menghadapi cobaan ini
    Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan;
    Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan
    dan untuk senior yang selalu semena-mena kepada juniornya anda HARUS membacanya

    BalasHapus
  5. berjuanglah itu adalah tantangan bagimu

    BalasHapus
  6. Saya begitu mengerti dg perasaan anda, krn saya jg pernah merasakan apa yg anda rasakan. Bersabarlah dg ocehan senior anda, siapa tau itu adalah jalan menuju kesuksesan anda. BERSABARLAH!!! Terus berjuang, sertai dg keihlasan!

    BalasHapus
  7. satu poin dpat diambil ...tanpa mengesampingkan perjuangan hebat tokoh utama...
    sebenarnx sang ayah sebagai protagonis... mempuunyai peran sangat besar dalam memilih pendidikan anak...
    mungkin pada awalnx anakmenganggap pemikiran ayah Masih Primitif....
    pada akhirnx mungkin itu pilihan terbaik dari yg terbaik....

    BalasHapus
  8. It's worth it. You've written something, gal.

    BalasHapus